Linparnews – Dalam rangka mengejar Percepatan Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (STRANAS PK) khususnya terkait pelaksanaan aksi kebijakan satu peta, Pemerintah Kabupaten Rokan hulu adakan rapat koordinasi yang dipimpin langsung Wakil Bupati Rokan Hulu H.Indra Gunawan, pada Rabu (14/9/022) di aula rapat Diskominfo Rokan Hulu.
Tampak hadir mengikuti rapat ini Asisten 3 Setda Rohul, Inspektur, Bappeda, BPKAD, Bapenda, Kepala Dinas Kominfo Rohul, PLT DPMPTSP, serta Sekretaris Dinas Kehutanan dan Perkebunan Rokan Hulu.
Dari hasil rapat yang dilakukan, Wakil Bupati Rohul H.Indra Gunawan mengungkapkan melalui sekretaris Disnakbun Samsul Kamar, S.Hut,M.Si bahwa ini merupakan tahun kedua Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu mengikuti rapat koordinasi pencapaian Stranas PK yang kerjasamanya langsung dengan KPK Republik Indonesia.
“Yang mana kerjasama ini langsung dengan KPK, dan pada hari sebelumnya kami telah melakukan rapat bersama Kemendagri, yang mana ini terkait dengan memperbaiki tata kelola perkebunan sawit yang ada di lima Provinsi penghasil sawit terbesar se-Indonesia, salah satu Provinsi Riau,” jelas Samsul Kamar.
Diakui Samsul Kamar, di Provinsi Riau begitu banyak keterlanjuran pembanguan perkebunan sawit yang berada di dalam kawasan hutan, sehingga dibutuhkan perbaikan data.
“Untuk memperbaiki ini, kita harus membutuhkan perbaikan data dulu dari seluruh lini, baik dari pihak eksekutif, Pemda Kabupaten mau Provinsi, pajak maupun dari lainnya,” jelasnya.
Sejauh ini lanjut Samsul Kamar, data ketiga elemen ini berbeda, sehingga Disnakbun Rokan Hulu diminta untuk mendata ulang seluruh perizinan perusahaan yang pernah dikeluarkan atau terbit sejak Kabupaten Rokan Hulu berdiri hingga sekarang.
“Dan Alhamdulillah sejauh ini Kabupaten Rokan Hulu sudah 92 persen mengumpulkan data-data perusahaan tersebut,” jelas Samsul.
Dari data yang terkumpul, diakui Samsul Kamar banyak kawasan hutan yang berada di dalam perkebunan sawit,
“Hasil pemetaan kita pada tahun 2019, hanya 41 persen areal kebun kita yang sesuai dengan peruntukan tata ruangnya, sementara 52 persen lainnya berada dalam kawasan hutan, nah dalam kawan hutan inilah yang ingin dicari proses penyelesaiannya,” sebut Samsul.
Melalui kegiatan satu peta ini nantinya lanjut Samsul, kita dapat melihat riwayat pendirian suatu perusahaan, apakah perusahaan tersebut terlebih dahulu berdiri sebelum status kawasan hutan, atau sebaliknya.
“Dari hasil rakor tersebut, memang hampir semua daerah memiliki persoalan yang sama, yang pertama ada beberapa perusahaan yang berdiri pada saat itu adalah kawasan hutan, sehingga ada beberapa proses yang harus diselesaikan,” jelas Samsul.
“Yang kedua, ada perusahaan yang dulu memiliki izin maupun HGU, namun ternyata sekarang berada di kawasan hutan dan saat ini mereka masih melakukan kegiatan Dan yang ketiga yakni masih banyak di daerah-daerah transmigrasi kita yang notabene masyarakatnya didatangkan oleh Negara, kebunnya dibangun oleh Negara dan mereka sudah hidup di tempat kita sampai hitungan belasan bahkan puluhan tahun, dan ternyata pada saat sekarang ini areal tempat yang mereka usaha itu adalah di areal kawasan hutan,” tambah Samsul.
Melalui kegiatan satu peta ini, Samsul berharap seluruh persoalan tersebut dapat terselesaikan dan dicari jalan keluarnya. (adv/kominfo).